Education is a vital aspect of nature conservation. Through good education, we can pass on the spirit of conservation from one generation to the next. For the Endemic Indonesia Society (EIS), education is one of the key pillars for achieving its vision. EIS implements this pillar through various programs and activities, one of which is providing education to young people and children about how EIS, as a non-governmental organization (NGO), carries out its conservation programs.
In mid-September and early October 2025, Endemic Indonesia Society conducted educational activities for biology students of Yogyakarta State University (UNY) and children from Jatimulyo Village, Kulon Progo.
The session with UNY students was attended by seven participants and began with casual discussions and interviews. During the session, students conducted interviews to learn more about EIS. Rahmadiyono Widodo (Yono) represented EIS and answered their questions, helping the students understand how an NGO operates. In the discussion, Yono also encouraged them to reflect on their own conservation experiences and how these experiences could shape their future professional paths.
Later, the students joined one of EIS’s field activities to observe dragonfly diversity in Jatimulyo Village, Kulon Progo. This activity was led by EIS members involved in the Drepanosticta sundana project, namely Puji Lestari, Hening T. Rachman, and Prajawan K. Wardhana. The session began with an introduction to familiarize the students with field procedures before they moved on to observing dragonflies across two different habitat types.
In the field, students learned how to identify dragonflies, recognize suitable habitats, understand their ecological importance, and safely catch dragonflies then put it into papillot (small triangular paper envelopes used to store specimens). After returning from the field, they discussed their findings in groups with the EIS team. The students were very engaged and asked insightful questions about dragonfly ecology and conservation.
.png) |
| (introduction session) |
.png) |
| (fun discussion within the observation) |
.png) |
| (guiding the students how to identify dragonflies) |
 |
| (a pair of Heliochypa fenestrata) |
On the same day, EIS also held a dragonfly conservation education session for local children from the Sopo Gelem Jatimulyo Quran Learning Group (TPA). Nearly 30 children enthusiastically participated in the event. The session also gave the seven university students first-hand experience in delivering environmental education to local communities.
The children’s program included storytelling, dragonfly observation, and a coloring competition. In the storytelling session, Puji guided the children to read a simple illustrated booklet prepared by the EIS team. The children took turns reading each page of the story, which featured the life of Drepanosticta sundana, a dragonfly species currently studied by EIS. The booklet also included a conservation message on how to protect dragonfly habitats.
.png) |
| (a boy was reading the booklet) |
.png) |
| (fun coloring competition) |
Afterward, the children had the chance to observe real dragonflies caught earlier by the students. They were excited to see the dragonflies up close and even got to release them back into the wild along the riverside. The sight of dragonflies flying freely and perching on leaves brought joy and excitement to the children.
The final session was a coloring competition, where children were given drawings and colored pencils to color pictures of Drepanosticta sundana. The works were judged based on their school level: kindergarten, elementary, and junior high. The day ended with a group photo and the children joyfully chanting the slogan:
Dragonflies Are Our Friends!
A short yet powerful message for reminding everyone that dragonflies are an important part of our ecosystems and deserve to be protected.
 |
| (Drepanosticta sundana) |
[These activities were part of an ongoing project on Drepanosticta sundana in the Menoreh Hills, supported by the Mohammed bin Zayed Species Conservation Fund (MBZ) and The Rufford Foundation.]
-----
Pendidikan adalah aspek yang sangat penting dalam konservasi alam. Dengan pendidikan yang baik, kita dapat meneruskan estafet konservasi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bagi Endemic Indonesia Society (EIS), pendidikan menjadi salah satu pilar untuk mencapai visi perkumpulan. EIS mengimplementasikan pilar ini ke dalam beberapa program atau kegiatan, salah satunya adalah memberikan edukasi kepada para generasi muda dan anak-anak terkait bagaimana EIS sebagai organisasi non-pemerintah (NGO) melaksanakan program-program konservasinya.
Pada pertengahan September dan awal Oktober 2025, Endemic Indonesia Society memberikan edukasi kepada mahasiswa program studi Biologi Universitas Negeri Yogyakarta dan anak-anak desa Jatimulyo, Kulon Progo.
Edukasi kepada mahasiswa UNY diikuti oleh tujuh mahasiswa. Edukasi ini dilakukan dengan diskusi santai dan wawancara. Para mahasiswa melakukan wawancara untuk menggali informasi lebih dalam seputar EIS. Rahmadiyono Widodo (Yono) sebagai perwakilan dari EIS membantu menjawab pertanyaan para mahasiswa agar lebih memahami bagaimana suatu NGO bekerja. Dalam sesi diskusi, Yono juga mengajak para mahasiswa untuk merefleksikan pengalaman konservasi yang mereka miliki dan bagaimana cara meluaskan pengalaman-pengalaman itu ke dalam suatu pekerjaan profesional di masa depan.
Pada kesempatan berikutnya, para mahasiswa diajak langsung untuk mengikuti salah satu kegiatan lapangan EIS. Kegiatan yang diikuti para mahasiswa adalah mengamati keragaman capung yang ada di Desa Jatimulyo, Kulon Progo. Kegiatan ini dipandu langsung oleh pengurus EIS yang tergabung dalam proyek Drepanosticta sundana, yaitu Puji Lestari, Hening T. Rachman, dan Prajawan K. Wardhana.
Kegiatan diawali dengan sesi pendahuluan agar lebih memudahkan para mahasiswa dalam beraktivitas. Kemudian mereka mengamati capung pada dua lokasi habitat yang berbeda. Dalam kegiatan lapangan ini, mahasiswa belajar langsung tentang bagaimana cara mengidentifikasi capung, mengenali habitat mendukung kehidupan capung, manfaat capung, hingga menangkap capung dan memasukkannya dengan aman ke dalam papilot (kertas yang dibentuk seperti kantung berukuran segitiga untuk menyimpan capung). Setelah kembali dari eksplorasi lapangan, para mahasiswa berdiskusi dengan tim EIS terkait temuan masing-masing kelompok. Mereka cukup aktif mengajukan beberapa pertanyaan seputar ekologi dan konservasi capung.
Masih pada hari yang sama, EIS juga memberikan edukasi konservasi capung kepada anak-anak desa Jatimulyo tepatnya yang bergabung dalam TPA Sopo Gelem Jatimulyo. Hampir 30 anak mengikuti kegiatan ini dengan penuh semangat. Edukasi anak-anak ini juga dimanfaatkan oleh EIS untuk memberikan pengalaman langsung kepada ketujuh mahasiswa terkait proses edukasi konservasi kepada anak-anak dari masyarakat lokal.
Edukasi anak-anak yang dilakukan terdiri dari bercerita, mengamati capung, dan lomba mewarnai. Pada sesi bercerita, Puji memandu anak-anak untuk membaca booklet cerita sederhana yang telah tim EIS susun. Anak-anak saling bergantian membaca halaman per halaman hingga selesai. Booklet ini menyajikan kisah sederhana tentang kehidupan capung Drepanosticta sundana yang sedang tim EIS teliti. Tak lupa, tim EIS juga menyisipkan pesan konservasi di dalam booklet tentang bagaimana cara menjaga habitat capung tetap lestari.
Setelah itu, anak-anak mengamati capung secara langsung dari capung-capung yang telah ditangkap oleh para mahasiswa pada pagi hari. Anak-anak terlihat sangat antusias karena melihat capung dengan dekat. Anak-anak juga berkesempatan untuk melepaskan kembali capung-capung yang mereka telah mereka amati. Capung-capung kemudian terbang bebas di sekitar sungai. Beberapa terlihat langsung bertengger pada dedaunan dan ranting. Pemandangan ini membuat anak-anak semakin senang mengikuti kegiatan.
Sesi terakhir adalah lomba mewarnai. Anak-anak diberikan gambar dan pensil warna untuk mewarnai gambar capung Drepanosticta sundana. Gambar mereka kemudian dinilai sesuai kelompok sekolah mereka; taman kanak-kanak, sekolah dasar, dan sekolah menengah pertama. Kegiatan hari itu ditutup dengan foto bersama dan menyuarakan jargon “Capung Teman Kita”. Suatu jargon singkat yang menunjukkan pesan mendalam bahwasannya capung adalah bagian dari ekosistem di sekitar manusia yang wajib untuk dilestarikan.
Artikel ini ditulis oleh: Rahmadiyono Widodo
0 Comments